Adab-Adab di Majelis
Bersama Pemateri :
Ustadz Mubarak Bamualim
Adab-Adab di Majelis adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Riyadhus Shalihin Min Kalam Sayyid Al-
Ceramah Agama Islam Tentang Adab-Adab di Majelis
Pembahasan kita masuk pada bab yang ke-129, yaitu باب آداب المجلس والجليس (Bab tentang adab-adab di dalam majelis dan bagaimana adab kita terhadap orang yang menjadi teman duduk kita). Dan ini juga sebagai salah satu bukti yang sering saya sampaikan betapa sempurnanya Islam yang telah mengatur segala sesuatu. Dari masalah-masalah yang paling urgent, masalah aqidah sampai masalah-masalah yang dianggap sebagai masalah yang kecil. Dari hal-hal yang bersifat batin sampai pada hal-hal yang bersifat lahir. Semua telah diatur dan ditata sedemikian rupa oleh syariat Allah dan RasulNya Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
ولله الحمد أولا وآخرا على نعمه الإسلام والسنة
Maka hanya milik Allah segala pujian, dari yang pertama sampai yang terakhir, atas nikmat Allah kepada kita berupa hidayah memeluk Islam dan hidayah mengikuti sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Al-Imam An-Nawawi Rahimahullahu Ta’ala berkata dalam bab ini:
عن ابنِ عمر رضي الله عنهما قال : قال رسول الله صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم « لايُقِيِمَنَّ أحَدُكُمْ رَجُلاً مِنْ مَجْلسهِ ثم يَجْلسُ فِيه ولكِنْ تَوسَعُّوا وتَفَسَّحوا » وَكَان ابنُ عُمَرَ إذا قام َ لهُ رَجُلٌ مِنْ مجْلِسه لَمْ يَجِلسْ فِيه . متفق عليه .
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘Anhuma, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Jangan sekali-kali salah seorang di antara kalian membangunkan seseorang dari majelisnya kemudian dia duduk di majelis tersebut, akan tetapi perluaskanlah dan lapangkanlah tempat tersebut.” Dan adalah Ibnu ‘Umar dahulu jika ada orang yang bangun dari tempat duduknya (mungkin ke belakanga), ‘Abdullah bin ‘Umar tidak duduk di tempat duduk orang tersebut. (Muttafaqun ‘alaih)
Hadits ini menjelaskan kepada kita salah satu adab yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada kita. Adab di suatu majelis. Ketika di sana kita sedang duduk di majelis tersebut kemudian ada orang yang datang dan dia juga ingin bergabung dengan orang-orang yang duduk di majelis itu, maka jangan sekali-kali, ini larangan yang dikuatkan dengan
nun taukid ats-tsaqilah, yaitu لايُقِيِمَنَّ (jangan sekali-kali). Seorang yang baru datang itu dan ingin bergabung jangan sekali-kali dia membangunkan saudaranya dari majelis, dari tempat duduk orang itu kemudian dia menempati tempat tersebut.
Jadi ini hal yang dilarang oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan beliau menyuruh kita untuk mengucapkan kalimat yang baik, perluaslah tempat duduk itu dan lapangkanlah tempat duduk itu. Dan sebetulnya apabila kita cermati masalah lapangnya seseorang itu adalah tatkala lapang hatinya, lapang dadanya. Sehingga kadang-kadang mungkin tempatnya sempit tapi hatinya lapang, maka dia memberikan saudara untuk duduk bersamanya di satu majelis.
Kemudian hadits ini tentu menjelaskan kepada kita tentang kalimat yang semestinya diucapkan ketika ada orang datang di majelis kita yang kita sedang duduk di majelis itu, maka kita mengucapkan kalimat: تَوسَعُّوا وتَفَسَّحوا (luaskanlah majelis ini dan lapangkanlah tempat duduk di majelis tersebut).
Pelajaran hadits adab bermajelis
Hadits tentu memberikan kepada kita banyak pelajaran berkaitan dengan adab-adab di suatu majelis ketika seorang datang di majelis itu. Yaitu:
1. Dilarang membangunkan seorang dari tempat duduknya
Tidak dibenarkan bahkan diharamkan seseorang membangunkan saudaranya yang sedang duduk di satu tempat kemudian dia menempati tempat tersebut.
2. Melapangkan tempat
Kemudian, di antara adab yang diajarkan di satu majelis yaitu kalau ada orang datang, kita menyuruh kepada yang lainnya untuk memperluas tempat itu, melapangkan untuk saudara mereka tempat duduk itu. Sehingga orang yang baru datang itu dapat menempati tempat tersebut.
3. Memperkokoh persaudaraan
Ternyata adab yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ini berdampak positif dan kalau ditinggalkan adab ini, maka akan berdampak negatif. Disadari atau tidak, ketika seorang melaksanakan adab ini, dia tidak membangunkan saudaranya dari tempat duduknya kemudian dia menduduki tempat tersebut, ini akan menjadikan di antara kaum muslimin kekuatan hubungan mereka, kecintaan satu dengan yang lainnya, seorang tidak merasa kecewa karena dia disuruh bangun dari tempat duduknya, seorang tidak merasa sakit hati ketika dia dibangunkan dari tempat duduknya.
Jadi inti dari adab ini adalah untuk mempererat, memperkokoh persaudaraan kaum muslimin.
المُسْلِمُ أَخُو المُسْلِمِ
“Seorang muslim saudara bagi muslim yang lainnya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Sehingga kita harus menjaga hubungan satu dengan yang lainnya. Dan ini yang mungkin dalam realita kehidupan kita kadang-kadang dilalaikan. Ada hal-hal yang dianggap kecil ternyata dampaknya besar. Dari prilaku membangunkan seseorang dari tempat duduknya kemudian seseorang menempati tempat duduk tersebut, ini akan menimbulkan sesuatu dalam hatinya. Bisa jadi kebencian kepada orang yang membangunkannya, timbul rasa dendam dalam dirinya, dia merasa kurang hati kepada orang itu.
Oleh karena itu apa yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, semua dalam rangka menjaga hubungan yang baik sesama muslim, apalagi yang berada di satu majelis yang sama. Hendaknya saling menghormati antara yang satu dengan yang lainnya. Jangan sampai setan merusak hati kita hanya gara-gara hal-hal yang dianggap remeh dan kecil. Karena setan selalu mencari pintu-pintu masuk ke dalam hati manusia, sekalipun dia orang yang bergama, orang yang mengerti aqidah, mengerti manhaj, mengerti ini dan itu, tetapi kalau dimasuki oleh setan dan setan tahu kelemahan untuk memecah belah di antara orang-orang yang bersaudara, maka setan akan memasuki pintu tersebut. Oleh karena itu di sini pentingnya kita wasapada, kita hati-hati untuk menjaga hubungan yang baik antara satu dengan yang lainnya.
4. Menimbulkan ketawadhuan
Tatkala seorang datang, kita hormati orang itu, kita perluas tempat duduk, mari silahkan duduk bersama kami, ini akan betul-betul menjadikan kesatuan, hati mereka saling cinta satu dengan yang lainnya, dan itu menunjukkan bahwa mereka itu sama. Kita duduk di majelis yang sama, status kita sama, tidak ada yang lebih dari yang lainnya, sehingga timbul kemudian rasa tawadhu dalam diri seseorang.
5. Tidak harus bangun ketika ada orang datang
Ketika ada orang masuk, kita tidak perlu bangun dari tempat duduk kita. Tapi perluas tempat tersebut. Jadi tidak mesti kita itu bangun untuk mempersilakan duduk di tempat kita. Tapi perluas tempat tersebut. Karena seorang yang datang di satu majelis yang dia datangnya terlambat, maka dia duduk di tempat yang ada. Kalau dia mendapatkan di belakang, maka di belakang. Kecuali misalnya di depan ada tempat yang masih luas dan dia dipersilahkan maju ke depan, ini tidak ada masalah, boleh saja. Tapi misalnya di depan sudah penuh, maka orang yang datang kemudian, dia datang menuju ke tempat dimana dia mendapat tempat duduk, duduklah di situ.
Kemudian tatakal seorang datang dengan tawadhu di suatu majelis dan dia duduk di tempat yang kosong, ini adalah salah satu dari sikap tawadhu yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada kita. Dan sikap tawadhu ini akan menjadikan seorang mulia. Sebaliknya, seorang akan rendah dan direndahkan karena kesombongannya, karena keangkuhannya. Maka dari itu Allah mengangkat derajat orang yang rendah hati.
من تواضعَ للَّهِ رفعَهُ اللَّهُ
“Barangsiapa yang tawadhu karena Allah, maka Allah akan mengangkat derajatnya.”
Dan ini bagian dari tawadhu, tidak melihat dirinya lebih, dia harus di depan, mereka harus bangun, harus memberikan tempat duduk kepadanya, ini sombong namanya. Kecuali kalau memang dia dipersilahkan duduk di depan, tidak ada masalah. Kalau memang ada di sekitar itu tempat yang kosong dan orang-orang mempersilahkan dia. Tetapi jika dia merasa dirinya harus di depan padahal dia datang terlambat, dan padahal tempat di depan itu sudah diduduki oleh orang lain, maka tidak boleh dia membangunkan mereka. Tapi duduklah di tempat yang ada meskipun itu mungkin di belakang.
6. Contoh adab dari ‘Abdullah bin ‘Umar
‘Abdullah bin ‘Umar mengajarkan kepada kita adab ini. Karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang membangunkan seseorang dari tempat duduknya kemudian kita menduduki tempat itu. Makanya disebutkan di sini: “Dan adalah ‘Abdullan bin ‘Umar dahulu kalau di satu majelis ada yang bangun dari tempat duduknya (mungkin ke belakang atau ada satu hajat), maka ‘Abdullah bin ‘Umar tidak kemudian duduk di tempat orang itu (dia biarkan tempat itu).”
Ini beliau mengajarkan kepada kita adab untuk memberikan hak kepada yang berhak. Karena tempat duduk itu haknya orang tersebut, dia datang lebih dulu, dia telah menempati tempat itu, hanya karena ada suatu hal maka dia keluar meninggalkan tempat duduknya. Maka ‘Abdullah bin ‘Umar tetap tidak duduk di tempat orang tersebut. Karena itu adalah hak orang yang meninggalkan tempat itu dan dia akan kembali ke tempat tersebut.
Bagaimana penjelasan lengkap tentang adab-adab tidur? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.
Download MP3 Kajian Tentang Adab-Adab di Majelis
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/49442-adab-adab-di-majelis/